Tokoh selanjutnya dari seri buku bapak bangsa karangan Tempo adalah Sutan Sjahrir. kisah Sutan Sjahrir dikemas dalam buku berjudul Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil.
Siapakah Sutan Sjahrir?
Tingginya 145 cm, orang minang lahir di Padang Panjang. Namun Ia tidak memiliki kenangan berarti dengan kota ini.
Ia besar di Medan dan melanjutkan pendidikan hingga Belanda. Kuliahnya tidak ia tamatkan dan memilih meninggalkan cita-citanya menjadi seorang pengacara demi turun langsung berjuang di ibu pertiwi. Siapa dia? Sutan Sjahrir.
Selama Belanda menjajah negeri ini, ia memilih berjuang lewat organisasi Perhimpunan Pendidikan Indonesia dan PNI baru bersama Hatta.
Sebelumnya selama di Belanda Ia bergabung dalam Perhimpunan Indonesia (Indonesische Vereniging) hingga menjadi wakil ketua organisasi ini. Gerakannya diciduk pemerintah Belanda kala itu dan ia mendapat hukuman pengasingan ke berbagai wilayah, mulai dari Boven Digul, Banda Neira, dan Cipanas.
Ia suka membaca bahkan selama muda ia rutin membaca koran yang terbit khusus untuk Belanda, walau Ia sering diusir saat membacanya. Ilmu yang ia punya tidak ia pendam sendiri, ia suka menulis dan berbagi ilmu.
Selama Jepang menduduki Indonesia, ia memilih jalan juang bawah tanah dan menggerakan pemuda. Indonesia merdeka, namun ia sengaja tidak menghadirinya, momen kemerdekaan 17 Agustus 1945 berbeda dari yang ia harapkan. 15 Agustus 1945, para pemuda sudah berkumpul menunggu momen kemerdekaan, sesuai dengan apa yang disampaikan Sjahrir. Namun Sjahrir diam, dan proklamasi tidak jadi, pemuda Cirebon yang terlanjur berkumpul mengumandangkan teks proklamasi versi mereka.
Indonesia merdeka, dan akhirnya pemerintahan dibentuk. Sjahrir saat itu diminta menjadi ketua KNIP, namun ia menolak, ia ingin melihat situasi terlebih dulu. Sjahrir terpilih menjadi ketua komite selanjutnya secara aklamasi.
11 November 1945, ia diangkat menjadi formatur kabinet baru, yang tiga hari selanjutnya diangkat menjadi perdana menteri pada usia 36 tahun. Usia yang masih sangat muda untuk menjalankan jabatan parlementer tertinggi di negara yang masih baru berdiri. Jalan terjal perdana menteri menjadi satu bab tersendiri menceritakan perjalanan karir Sutan Sjahrir sebagai perdana menteri.
Sutan sjahrir bersahabat karib dengan Hatta, walau wataknya berbeda jauh, namun mereka memiliki cita- cita yang sama membangun Indonesia. Sjahrir menentang kolonialisme, namun ia tidak menolak nilai-nilai barat, bahkan kawan- kawan seperjuangannya menilai ia terlalu kebarat- baratan. Ia membawa Indonesia ke meja perundingan Linggarjati, disaat para pejuang sedang mati- matian berperang. Di satu sisi ia berusaha menyelamatkan nyawa para tentara yang tersisa. Namun di sisi lain ia melahirkan lawan- lawan yang menolak perundingan. Hingga ia harus meletakkan jabatannya, karena sudah kehilangan kepercayaan massa.
Keluar dari pemerintahan, ia mendirikan Partai Sosial Indonesia yang didukung Amir Sjariffudin. Namun partai ini adalah partai kader yang tidak mempertimbangkan jumlah massa dan akhirnya kalah pada 2 kali pemilu. Ia akhirnya jatuh sakit dan harus menjalankan pengobatan ke Swiss dalam status interniran, dimana Ia tidak diperbolehkan ke negeri Belanda. Hingga ia wafat karena struk yang dideritanya.
Sjahrir pandai memikat hati wanita
Kisah cintanya merupakan kisah tersendiri yang layak dinikmati. Cinta pertamanya Maria Duchataeu dari Belanda. Sjahrir saat itu memilih pergaulan bebas. Ia menyukai klub, dansa, dan teater. Namun ia mengaku Muslim dan teguh menikahi Maria dengan cara Islam, walau akhirnya tidak sah dan Maria pulang ke negerinya.
Cintanya sampai mati adalah Popi Saleh, pernikahan keduanya dikaruniai sepasang anak. Cerita romansanya juga dikisahkan saat Sjahrir sempat mengagumi putri keraton Mangkunegaran dengan mengirimi hadiah- hadiah.
Saya membandingkan kisah Sjahrir dengan buku Hatta dan Tan Malaka. Kisah sjahrir lebih panjang dan rinci.
Petikan hikmah dari perjalanan Sutan Sjahrir
Sejak muda ia berjuang untuk Indonesia, walau harus mempertaruhkan gelar pendidikan yang ia cita- citakan. Menurutnya ilmu yang ia cari adalah ilmu yang dapat ia pakai untuk membangun bangsanya. Kita sebagai generasi penerus, jangan sampai memadamkan semangat membangun bangsa, mari berbuat lebih untuk Indonesia.
Sjahrir adalah seorang diplomat ulung dan memilih jalur diplomasi dalam gerakannya. Hal ini dapat memberi pelajaran bagi kita untuk menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan tetap menjaga martabat bangsa di mata dunia. Selanjutnya poin ponting yang saya tangkap dari seorang Sjahrir adalah ia tetap berjuang untuk Indonesia hingga akhir hayatnya. Hingga jasanya dikenang dan terukir dalam gelar pahlawan nasional.
Sampai jumpa di review buku selanjutnya.
Baca juga Review seri Tempo lainnya, Muhammad Hatta Ibarat Buku yang Tak Pernah Tamat Dibaca dan Menarik Benang Merah Kisah Tan Malaka
Komentar
Posting Komentar