Kali ini saya akan kembali mengulas tokoh sejarah Indonesia, yaitu Bung Hatta. Kisah tentang Bung Hatta sudah terbit dalam berbagai versi, salah satunya 'Seri Buku Tempo: Bapak Bangsa' yang berjudul 'Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman'.
Selamat menikmati...
Tahun 1902, tepatnya 12 Agustus, Muhammad Hatta lahir di Desa Aur Tajungkang, Bukittinggi. Hatta tumbuh menjadi penggerak perjuangan bangsa. Ia tidak pernah mengenal ayahnya, karena sudah berpulang sebelum ia bisa mengingat wajah sang ayah. Ia besar di keluarga muslim yang taat. Seperti anak- anak Minang umumnya, Hatta ikut mengaji di surau. Ia pun berguru agama kepada Syekh Muhammad Djamil Djambek semasa kecilnya. Surau tempat ia mengaji masih berdiri, namun saat ini seperti terlupakan zaman karena pemandangan di sekitarnya sudah jauh berubah.
Tamat sekolah 1919 di Padang, ia merantau ke Betawi menemui Mak Etek (panggilan paman di Minang) Ayub Rais. Pamannya sangat menyayangi keponakannya ini. Ia belajar prinsip- prinsip ekonomi dari pamannya yang seorang pedagang.
Bung Hatta sangat mencintai buku. Bahkan didalam buku ini dikatakan, bahwa istri pertamanya adalah buku, istri keduanya dalah buku, baru istri ketiganya adalah Rahmi. Ia dikarunia tiga anak dari pernikannya, yaitu Meutia, Gemala, dan Halida.
Bung Hatta memilih pergerakan sebagai jalan hidupnya. Selama ia menempuh pendidikan di Rotterdam, Belanda, Ia aktif di dalam organisasi Perhimpunan Indonesia (Indonesische Vereniging). Gerakannya dicurigai oleh pihak Belanda, ia pernah ditahan saat itu karena dianggap memberontak pemerintah Belanda. Di hari peradilannya di Belanda dengan lantang ia bacakan “Indonesia Menggugat”. Ia dipulangkan dan dibuang, pendidikannya berhenti, sebelum peradilannya tuntas ke Boven Digul dan Banda Neira.
Pengasingan membuat namanya semakin kokoh sebagai tokoh pejuang. Ia melihat masyarakat dari dekat dan turut menyebarkan ilmunya. Setelah menghabiskan waktu hampir 10 tahun di pengasingan, beliau dibebaskan dan meneruskan perjuangannya. Berbagai organisasi pergerakan diikutinya, mulai dari pendirian Perhimpunan Pendidikan Indonesia
Buku Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman menceritakan kisahnya sejak muda hingga akhir hayatnya, gagasan dan perilaku sehari-hari, hingga cita-cita bagi pembangunan bangsa. Beliau sangat menghargai waktu dan menjaga amanah, bahkan aktivitasnya adalah penunjuk jam bagi orang- orang disekitarnya.
Seorang Hatta adalah seorang pemikir. Ia bukan orator penghimpun massa. Namun penggerak perjuangan melalui hasil pemikiran yang diterbitkan oleh berbagai penerbit. Tak kalah menarik kisahnya mendidik anak-anaknya dan membangun keluarga sederhana.
Hatta adalah kritikus pedas bagi pasangan dwitunggal proklamator, Soekarno. Namun sahabat sejati hingga akhir hayat sang presiden. Walau jasad Hatta telah meninggalkan dunia sejak 1978, namun ia tetap hidup dalam karya-karya dan kenangan orang-orang yang mengenalnya.
Hatta bagai buku yang tidak pernah tamat dibaca.
Baca juga serial review Tempo lainnya, Melihat Indonesia dari Kaca Mata Sutan Sjahrir dan Menarik Benang Merah Kisah Tan Malaka.
Terima kasih sudah mampir. Silahkan tinggalkan jejak anda di komentar, rekomendasi buku anda.
Komentar
Posting Komentar