Langsung ke konten utama

Gen Z, Belajar, dan Sosmed

 Indah Primad | Bacaan 7 menit


“Menurut anda, online di media sosial selama 4 jam sehari apakah normal?”

Kalau menurut saya sih cukup berlebihan, awalnya saya kira begitu. Apa kita sepemikiran? 

Tapi, riset dari Morning Consult di tahun 2022 menunjukan 2 dari 5 Gen Z menggunakan sosmed lebih dari 4 jam sehari. Jika media sosial sudah mengambil 1/6 dari total waktu dalam sehari, kemungkinan media sosial sudah menjadi gaya hidup bagi seorang Gen Z.

Dan ternyata bukan lagi kemungkinan. Tahun 2022, 48% gen Z menggunakan media sosial untuk melaukan riset produk sebelum membeli, trend ini sedikit menurun dari masa pandemi (data dari Statista 2022). Kajian ini menarik dari sisi bisnis, tingginya ROI (return of investment) dari strategi marketing yang menargetkan Gen Z.

Tapi mari kita kaji dari sisi pendidikan. Apa dampak gaya hidup gen Z yang menggunakan media sosial setiap hari dengan dunia pendidikan saat ini? 

Kita akan bahas dari sisi positif dan negatif media sosial terhadap gen z dan belajar.

Siapa itu Gen Z?

Generasi Z adalah generasi yang lahir dari pertengahan 1990an hingga 2010an. Mereka hidup di dunia dengan arus  perkembangan teknologi dan komunikasi yng cepat berubah.

Mungkin kamu masih ingat nih, saat masa kanak-kanak merasakan permainan tradisional, main gundu, petak umpet, dan lompat tali. Kemudian, dunia yang berubah sangat cepat, membuat kita tumbuh bersama perkembangan teknologi komunikasi. Kita mengikuti transformasi telepon tulalit hingga smartphone Z-flip.

Kemudian media sosial muncul dan merebak seperti cendawan. Jangkauannya tidak hanya kota besar, tapi kini masuk ke kampung-kampung, selama smartphone berjalan. Kehadiran sosial media mempengaruhi sebagian besar kehidupan Gen Z.  Hubungan simbiosis ini sesuai dengan survei yang kita bahas di awal.


2 dari 5 Gen Z menggunakan sosmed lebih dari 4 jam sehari
Fakta Gen Z dan Sosmed | Doc. Indah Primad

Media Sosial Menjadi Lebih Dekat

Media sosial, ibarat ruang bertemu secara maya. Ibarat papan mading yang menampilkan karya. Layaknya toa yang menyebarkan pengumuman. Bahkan lebih canggih lagi ibarat reporter dan penyiar yang bisa menyiarkan apa saja secara real-time.

Di media sosial, pengguna bisa membagikan dan menikmati konten. Orang-orang bebas mengungkapkan ide dan ceritanya, yang menilai adalah audience yang mengikuti atau ‘kebetulan’ mendapat rekomendasi konten itu.

Tentang rekomendasi sebenarnya tidak kebetulan, ada aturan atau algoritma setiap platform media sosial. Sistem media sosial bisa membuat setiap orang merasa spesial, karena algoritma yang di-personalisasi. Setiap orang akan mendapat rekomendasi konten dari kesukaan mereka dan interaksi mereka di dunia maya. Dampaknya konsumsi media sosial yang semakin-makin digemari.

Tentunya konten-konten saat ini sudah begitu beragam, mulai dari kehidupan personal, hingga bisnis, politik, sosial, budaya, teknologi, sains dan masih banyak lagi. Semua itu dapat menjadi konten edukatif yang tentu memberi manfaat bagi penggunanya, jika disajikan dengan baik dan positif.

Dampak Sosial Media bagi Cara Belajar Gen Z

Sadar atau tidak, setiap informasi yang datang dalam kehidupan diproses dan dipelajari oleh otak. Sosial media sudah mengadopsi temuan-temuan psikologis dan neurosains, tentang bagaimana informasi diolah otak kita. Tim di belakang nama besar media sosial (sosmed) memasukan pola ini ke dalam algoritma mereka. Kalau kamu mau tau faktanya lebih jauh tentang media sosial ada film rekomendasi dengan judul The Social Dilemma (trailer).

Strategi algoritma ini mendorong pengguna sosial media betah, mengunjungi lagi dan lagi, bahkan setiap hari. Para pembuat konten juga didorong untuk menyajikan informasi dengan desain yang disukai. Bagaimana media sosial mempelajari Gen Z?

Pemikiran dan karakter Gen Z dipengaruhi oleh bagaimana dunia berubah saat ini.


Karakter Gen Z yang dibaca oleh sosmed adalah Gen Z yang mengutamakan passiona, open-minded, dan suka sistem yang simpel dan cepat.
Karakter Gen Z | Doc. Indah Primad

Gen Z diakui sebagai generasi yang lebih mengutamakan nilai diri, identitas, dan passion. Buktinya banyak influencer yang dapat membentuk komunitas (followers) yang memiliki minat yang sama. Misal beauty-fluencer, gamers, dan study-fluencer.

Gen Z hidup dalam dunia yang lebih transparan, berpikiran terbuka, dan merdeka mengungkapkan pendapat. Media sosial memberikan ruang untuk mengeluarkan aspirasi, gagasan, dan cerita. 

Gen Z saat ini lebih suka pada sistem yang dinamis, konten berdurasi pendek, dan desain yang interaktif. Hadirlah fitur media sosial yang semakin sederhana dan singkat yang bisa didesain sesuai keinginan pengguna.

Apa yang berubah dari pendidikan oleh media sosial?

Dampak positif dari adaptasi pendidikan dengan kehadiran media sosial bisa kita temukan dari konten-konten edukatif yang bermunculan, lembaga edukasi formal yang beradaptasi dengan media sosial, dan hadirnya influencer yang menginspirasi pendidikan. 

Banyak aktifitas edukasi yang juga berubah karena media sosial.  Membaca buku menjadi lebih menarik dengan konten review dan insight yang singkat, bahkan hanya dalam 1 menit. Menariknya saat ini pengembang aplikasi dan content creator memanfaatkan konten jenis ini yang digemari.

Lembaga pendidikan formal juga sudah terjun membuat akun di media sosial. Sistem pembelajaran di kelas pun dipadukan dengan media sosial. Misal tugas-tugas sekolah dan kampus tidak hanya dikumpulkan lewat kertas atau email, tapi harus di-posting di media sosial.

Platform pendidikan dan pelatihan keterampilan juga banyak hadir di ruang online, termasuk media sosial. Bahkan anda bisa belajar dari instruktur ternama secara lebih mudah dan murah. Sertifikat keterampilan bisa didapat dengan mengikuti kursus yang bisa diatur sendiri kapan waktu belajarnya. Nantinya hasil pembelajaran diposting di sosial media sebagai tugas, apresiasi, atau personal branding.

Media sosial tidak hanya menjadi wadah marketing produk dan layanan tapi menjadi media penyebaran info secara masif. Media edukatif pun turut hadir membuat konten-konten yang telah beradaptasi dengan fitur media sosial. Akun seperti National Geographic hadir dengan konten-konten potongan reportase singkat di Instagram, bahkan jangkauan profil mereka hingga tulisan ini terbit memiliki 280 juta pengikut.

Para content creator di bidang edukasi juga terus bermunculan dan menyuguhkan kampanye baik setiap harinya. Mereka kemudian dikenal sebagai influencer edukasi yang juga memiliki komunitas pengikut yang besar, terutama pelajar, yang pastinya gen Z.


Doc. Indah Primad

Sisi positif penggunaan media sosial dibayang-bayangi oleh dampak negatif yang juga harus diwaspadai. Kasus pembulian di media sosial (cyberbulliying), kejahatan cyber, kerapuhan mental, pornografi, konsumsi berlebihan (overconsumption), jadi perhatian serius karena berakibat buruk pada kehidupan nyata.

Mata pisau yang berbahaya ini harus dijauhkan dari para pengguna rentan terutama yang masih di bawah umur. Maka perlu pastinya peran kebijakan, aturan privasi, dan adanya edukasi penggunaan media sosial yang sehat.

Saat ini di dunia sedang marak dengan gerakan deinfluencing. Gerakan untuk mencegah overconsumption generasi muda, terutama melawan iklan-iklan yang berlebihan mendorong konsumsi. Tagar deinfluencing di TikTok bahkan ditonton hingga 233 juta pengguna. (dilansir dari techtarget.com)

Penggunaan sosial media bisa berdampak positif atau negatif, tentunya. Gen Z sebagai pengguna yang bijak harus sadar akan hal ini. Prinsip agar sosmed masih memberikan manfaat yang baik sebenarnya sederhana. Cukup dimulai dari diri sendiri, cukup gunakan untuk hal baik, cukup waktunya tidak berlebihan, dan cukup bagikan juga hal baik. Maka konten-konten media sosial akan menjadi konten edukatif yang baik bagi Gen Z.

Ikuti postingan di Instagram 


. . .
Kalau anda tertarik dengan topik sejenis, jangan sungkan like dan komentar.

Anda ingin lebih banyak tentang pengembangan diri, catatan rupa-rupa kehidupan misal quarter life crisis di usia 20-an dan otodidak skill digital, anda bisa akses blog saya kapanpun. Mari terhubung juga di Instagram, Facebook, dan Linkedin.  

Terima kasih sudah mampir.


Baca juga:





Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review Buku] Pengalaman Baca Buku Funiculi Funicula

Masa lalu dan masa depan, dua waktu yang sudah terlalu jauh untuk dijangkau. Masa lalu yang sudah dilewati kadang menyisakan penyesalan, dan masa depan yang masih misteri menantang diri membuat penasaran. Jika kau diberi kesempatan memilih kembali ke masa lalu atau melihat masa depan, apa yang akan kau pilih? Tapi sayangnya apa pun yang kau pilih tidak akan mengubah apa pun, kejadian yang terjadi, atau orang yang kau temui, bahkan mencegah kematian sekalipun. Dan dengan resiko terjebak selamanya di ruang waktu, apakah kau masih mau untuk melakukan perjalanan waktu? Sinopsis di atas adalah milik buku 'B efore the Coffee Gets Cold: Funiculi Funicula', salah satu dari trilogi karya Toshikazu kawaguchi yang pertama rilis di Jepang pada 2015. Buku ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Dania Sakti, dan diterbitkan Gramedia. Saya membaca cetakan ke-21, desain sampul karya Orkha Creative.  Cover depan Funiculi Funicula cetakan ke-21  Pertemuan dengan Funiculi Funicula Tahun...

5 Tips Belajar Asyik ala Studyvlog, Studygram , dan StudyTok

Indah Primad | Juli 2023 | Bacaan 4 menit Lagi bingung gaya belajar apa yang paling pas untukmu?  Tenang, disini akan kita kupas tuntas tips belajar asyik yang bisa kamu terapkan saat belajar nanti. Kita akan temukan tipsnya dari konten-konten influencer edukasi. Sebelum itu, kita kenalan dulu dengan istilah studyvlog, studygram, dan studytok.      Studyvlog  adalah istilah untuk para influencer dan content creator edukatif, terutama konten vlog (video-blog). Contohnya konten Study With Me, menyajikan konten Live/ rekaman belajar sebagai teman belajar kamu. Mereka menyajikan konten keseharian belajar dan tips edukatif. Studygram adalah kreator edukasi yang lebih spesifik untuk pengguna Instagram. Tentunya konten yang lebih simpel menyesuaikan fitur-fitur di Instagram. Tapi istilah ini juga digunakan di platform media sosial lainnya. Studytok , seperti studygram, namun istilah ini digunakan kreator yang ada di TikTok. Mungkin kata StudyTok belum cukup familiar....

Koleksi Momen Tahun Ajaran 2023/2024

Selama setahun belakangan mengajar, saya beruntung bisa menangkap momen-momen bersama anak-anak. Momen-momen yang penuh warna, saya ingin menyajikannya dalam bentuk monokrom. Kesan klasik dari gradasi warna hitam, abu, dan putih membuat sendu suasana.  Saya bersyukur bisa bertemu anak-anak, mereka mengembalikan kemanusiaan saya. Mereka membuat saya perlahan menemukan siapa saya. Dan mereka menghadirkan tawa dan kekaguman yang dulu sulit saya temukan.  Momen yang berharga yang tidak ingin dilupakan, akan terkenang lebih lama oleh jejak visual. Jadi saya berusaha selalu merekamnya dalam jepretan kilat di memori smartphone.  Saya berusaha melindungi identitas mereka. Sebisa mungkin tak ada wajah yang bisa dikenali dengan mudah, kecuali anda sudah mengenal mereka sebelumnya. ... Bonus Selama setahun belakangan, perjalanan dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain menjadi hobi baru yang menenangkan bagi saya. Cukup untuk melepas ketegangan harian dan menjadi pelarian yang ...