Truffle tidak menyadari seberapa berharga dirinya. Ia menunggu dalam gelap. Seolah orang yang rendah diri dan menyediri. Hingga ia ditemukan oleh orang yang tepat, butuh perburuan dengan menggunakan hewan terlatih untuk menemukan jamur truffle. Ia diangkat ke permukaan. Sulitnya menemukan truffle, membuat nilai jualnya tinggi. Para koki mengolahnya menjadi sajian mewah bintang lima, yang setiap irisannya bisa bernilai jutaan rupiah.
Kisah truffle diatas, menjadi gambaran bagaimana komoditi dinilai. Pernah dengar konsep permintaan dan penawaran (supply and demand)? Nilai barang bisa semahal itu karena permintaan yang tinggi di saat persediaannya terbatas. Sebaliknya nilai barang bisa murah saat jumlah barangnya terlalu banyak.
(teman-temanku yang paham banget kalau aku salah tolong koreksi ya ;))
Menilai suatu barang dari stok dan permintaan adalah tugas penjual, dan tentu kita yang beli juga berhak menawar. Transaksi terjadi karena ada motivasi, bisa karena butuh atau ingin saja. Kalau kamu yang punya prinsip pengelolaan uang yang baik, pasti sudah paham hal apa yang kamu butuhkan atau sekedar kepengen. Mending hemat-hemat, mengumpulkan recehan untuk masa depan, ye gak?
Tapi konsep keuangan dewasa ini, tidak hanya menyisihkan pendapatan dan mengirit pengeluaran. Kita juga sering mendengar ajakan investasi yang menggiurkan, menanam uang untuk menumbuhkannya menjadi kekayaan jangka panjang tanpa keringat, dikenal juga dengan passive income. Menariknya anak-anak muda sudah melek dengan ilmu investasi.
Tapi lagi, uang menjadi pusat manifestasi aset, seberapa kaya dirimu dinilai dari uang. Dan kekayaan juga menjadi indikator penilaian seseorang. Manusiawi, karena manusia punya banyak keinginan. Buya Hamka pernah bilang, seseorang yang miskin adalah orang yang masih punya banyak keinginan. Ya wajar, kalau banyak mau, pengennya beli ini, beli itu, sedangkan kemampuan beli ada batasnya. Maka Buya Hamka melanjutkan, orang kaya adalah yang tidak punya keinginan. Sederhana ya :)
Tapi pernah ga terpikir? kalau kita berhenti menilai barang, jasa, apa pun itu bukan dengan uang, maka sejatinya kita adalah orang kaya. Menariknya kalau kita fokus pada nilai uang pada barang, maka saat itulah kita akan menghitung seberapa pengeluaran kita saat itu, berapa saldo yang berkurang, dan nilai barang alternatif yang mungkin lebih baik dibeli. Perhitungan yang ribet ini bisa dipangkas dengan cara berhenti menilai barang, jasa, dan apa pun itu dengan uang.
Ini dia 3 level mindset kaya bukan dilihat dari uang.
Level 1! Pikirkan, transaksi baik apa pun yang kamu lakukan adalah kebaikan rezeki buat orang lain. Pas mau jajan cilok, niatkan untuk membantu perekonomian UMKM. Pas naik ojol, niatkan membantu seorang kepala keluarga menafkahi anak-anaknya. Semoga kamu jadi lebih bahagia saat kamu mengeluarkan uangmu untuk hal baik.
Level 2! Tidak hanya menambah aset pendapatan, investasi juga perlu untuk kesehatan, mental, dan pikiran kamu.
Mungkin kamu masih nimbang-nimbang untuk beli buku dan ikut kelas online buat nambah ilmu. Atau konsul ke psikolog soal kesehatan mental yang butuh biaya ga sedikit. Tapi coba untuk tidak melihat dari nominal uangnya, lihat dari dampak (after-effect) yang akan kamu dapatkan. Investasi jenis ini emang ga keliatan flexingnya, tapi kamu akan menjadi orang yang berbeda dan lebih percaya diri. Itu jauh lebih mahal dari tampilan barang branded dan aset kekayaan mana pun.
Level 3! Investasi ke waktu dan hubungan baik.
Waktu adalah uang, pepatah yang udah sering kita dengar ini sebenarnya mengingatkan ke kita-kita yang kerja keras bagai kuda untuk juga menghargai waktu. Jangan lupa waktu tidur, ngobrol sama keluarga, menjaga pertemanan, me time (waktu sendiri). Karena akhirnya bukan uang itu kan yang bikin kita bahagia, tapi waktu yang kita habiskan untuk hal-hal yang kita butuhkan untuk menjadi bahagia.
Itu dia catatan anti-ribet dari indahprimad kali ini. Mohon maaf karena saya manusia banyak lupa dan khilafnya. Biar kita orang masih berjuang, kerja keras bagai kuda, tapi ingat buat sayang-sayang sama diri. Semoga bermanfaat!
Komentar
Posting Komentar