1
"Ah aku tidak bisa menahannya." kataku pada teman disebelahku.
"Sabar Air, kita tidak boleh membuat masalah." Namanya Tin, dan ia berbicara lirih sambil terus menatap ke depan.
Aku hanya bisa menggigit bibirku kesal. Aku yakin beberapa orang di ruangan ini juga merasa itu gangguan yang menyebalkan. Termasuk pembicara yang sedang berpidato di depan sana, sesekali menatap sumber bunyi berdecit itu.
"em.. sampai dimana kita tadi. Ehm... baiklah saya akan membacakan para juara, peraih nilai terbaik di masing-masing kelas. Nantinya, bagi nama-nama yang disebutkan, dipersilahkan ke atas panggung." Ada jeda di beberapa kalimat, saat Bu wakil menatap sumber bunyi decitan itu.
Bunyi itu akhirnya berhenti sesaat. Situasi kembali khidmat. Orang-orang sebagian terlihat gugup, sebagian tak acuh. Aku melihat si sumber bunyi decitan, ia duduk tegap, namun aku tak bisa melihat ekspresinya.
Satu demi satu nama-nama disebutkan. Berurutan dari kelas pertama sampai terakhir.
"... juara 1 dari kelas 8 A, Adriana Kama... " suara yang bergema di aula yang tidak seberapa besarnya ini, diikuti decitan kursi yang bergeser agak kasar. Ia pembuat suara decitan yang kumaksud, ia berdiri dengan ekspresi datarnya melangkah besar-besar dan cepat naik ke panggung. Ia berdiri dengan tatapannya yang biasa saja. Entah apa yang ia pikirkan. Sedangkan orang-orang terus bertepuk tangan.
Aku masih mengingat obrolan kami kemaren. Saat itu ia mau menemaniku mengambil barang yang tertinggal. Untungnya sekolah kami berasrama, dan letak kamarku tak jauh dari gerbang asrama putri. Aku awalnya berjalan sendirian, namun Adriana Kama mengejarku. Tidak biasanya ia dan aku bersama hanya berdua, kami tidak cukup dekat untuk dibilang sahabat, namun kami satu kelas. Kami seperti berkenalan di hari itu. Menanyakan asal dan berapa saudara yang dimiliki. Dan baru kali itu aku memanggil ia dengan nama panggilan, Kama.
"...ehm aku sepertinya akan gagal semester ini..." Kama mengalihkan topik basa-basi, nada suaranya melemah.
Aku terdiam sebentar, mengingat-ingat seorang Kama yang selalu juara kelas di kelas 7. Maksudnya gagal apa?
"Mana mungkin, kau kan juara kelas, bahkan juara umum di kelas 7" Aku membalas perkataannya sambil menatapnya, berusaha menghibur.
Namun aku menemukan senyuman tersungging sesaat sebelum ia kembali berucap,
"Tidak, semester ini aku rasa aku akan gagal." Nada suaranya kembali melemah, hanya saja bergetar agak asing nadanya. Aku rasa yang dibutuhkannya, bukan kata-kata penghibur, namun rasa rendah diriku.
"Tidak, semester ini aku rasa aku akan gagal." Nada suaranya kembali melemah, hanya saja bergetar agak asing nadanya. Aku rasa yang dibutuhkannya, bukan kata-kata penghibur, namun rasa rendah diriku.
"Kama, kamu akan juara." Nadaku terdengar sebal, tak bisa kupungkiri. Namun ia malahan tersenyum lebih lebar. Menyebalkan, pikirku.
Update: 19 April 2025
(Bersambung)
Komentar
Posting Komentar